Rabu, 23 Oktober 2013

PERKELAHIAN REMAJA (Tugas Soft Skill)

PERKELAHIAN REMAJA




Perkelahian antar remaja atau yang lebih dikenal dengan tawuran merupakan hal yang tidak asing di lingkungan remaja. Tawuran terjadi tidak hanya di antara pelajar SMU, tapi juga sudah terjadi di beberapa lingkungan pendidikan seperti  SMP, SMK/STM dan beberapa kampus. Beberapa orang berpendapat bahwa tawuran merupakan hal yang biasa dan bahkan di anggap sebagai hal yang wajar.
Beberapa kasus tawuran terjadi di kota-kota besar seperti di Jakarta, Bandung, Surabaya dan Medan. Misalnya di Jakarta, tahun 1992 tercatat 157 kasus perkelahian pelajar (Sumber: Bimmas Polri Metro Jaya). Dua tahun kemudian yaitu tahun 1994 meningkat menjadi 183 kasus dengan menewaskan 10 pelajar, tahun 1995 terapat  194 kasus dengan korban meninggal 13 pelajar dan 2 anggota masyarakat lain. Tahun 1998 ada 230 kasus yang menewaskan  15 pelajar serta 2 anggota Polri, dan tahun berikutnya korban meningkat dengan 37 korban tewas. Terlihat dari data tahun ke tahun jimlah kasus perkelahian dan korban cenderung meningkat. Bahkan sering tercatat dalam satu hari terdapat  tiga sampai  lima di berbagai tempat.
Kenakalan remaja, dalam hal perkelahian dapat digolongkan ke dalam 2 jenis delikuensi yaitu situasional dan sistematik. Pada delikuensi situasional , perkelahian terjadi karena adanya situasi yang “mengharuskan “ mereka untuk berkelahi. Keharusan itu biasanya muncul akibat adanya kebutuhan untuk memecahkan suatu masalah secara cepat. Sedangkan pada delikuensi sistematik, yaitu para remaja yang terlibat perkelahian berada dalam suatu organisasi atau geng. Disini ada aturan, norma dan kebiasaan tertentu yang harus diikuti dan dilakukan anggotanya, termasuk berkelahi. Pada akhirnya mereka akan merasakan bangga karena dapat melakukan apa yang diharapkan oleh kelompoknya. Secara psikologis, perkelahian remaja digolongkan sebagai salah satu bentuk kenakalan remaja (juvenile delinquency)

Faktor-Faktor Penyebab Perkelahian Remaja
            Perkelahian remaja tidak terjadi begitu saja, beberapa factor dapat menjadi penyebab terjadinya perkelahian pelajar seperti factor sosiologis, budaya, dan psikologis. Namun sangat disayangkan ternyata factor penyebab perkelahian remaja dikarenakan di paksa oleh alumni sekolah atau universitas tersebut. Ini membuktikan bahwa kebijakan pendidikan dalam arti luas (kurikulum) tidak diberikan dan dilaksanakan dengan baik oleh pihak penyelenggara pendidikan.

Sering dituduhkan, pelajar yang berkelahi berasal dari sekolah kejuruan, berasal dari keluarga yang latar belakangnya adalah orang-orang yang berekonomian rendah. Namun, data dari Jakarta tidak membuktikan ini. Dari 275 sekolah yang sering bebruat tawuran , 77 diantaranya adalah sekolah menengah umum yang beberapa orangnya mampu secara ekonomi. Tuduhan lain juga sering dialamatkan kesekolah yang dirasa kurang memberikan pendidikan agama dan moral yang baik. Begitu juga pada keluarga yang kurang harmonis yang menyebabkan anaknya menjadi broken home.


Dampak Perkelahian Remaja
            Sangat jelas bahwa perkelahian pelajar ini merugikan banyak pihak.  Ada beberapa dampak yang sangat merugikan. Pertama, pelajar dan keluarga pelajar itu yang terlibat perkelahian jelas mengalami dampak negative bila megalami cedera atau bahkan tewas. Kedua, rusaknya fasilitas umum seperti halte bus, bus, sekolah dan fasilitas-fasilitas umum lainnya. Ketiga adalah berkurangnya penghargaan siswa terhadap toleransi, perdamaian , sikap saling menghargai dan lain-lain. Terakhir, terganggunya proses belajar di sekolah yang disebabkan karena siswa di skors atau diberi hukuman karena terlibat perkelahian remaja.

Perkelahian remaja memberikan sebuah pemikiran ke pada pelajar bahwa kekerasan merupakan cara yang paling efektif dalam menyelesaikan masalah mereka, dan karenanya memilih untuk melakukan apa saja agar tujuannya tercapai. Perkelahian remaja memiliki akibat yang bersifat jangka panjang terhadap kelangsungan hidup bermasyarakat di Indonesia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar