Pencemaran Lingkungan
Akibat Kegiatan Industri
Pencemaran lingkungan
merupakan masalah yang selalu terjadi setiap tahunnya. Seiring berkembangnya
zaman dan teknologi membuat aktivitas perindustrian semakin produktif dan
menghasilkan limbah industri yang semakin banyak. Kasus pencemaran lingkungan
seperti ini terjadi di berbagai negara, baik negara berkembang atau negara
maju.
Pencemaran lingkungan
menurut SK Menteri Lingkungan Hidup No 02/MENKLH/1988, adalah masuk atau
dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi, dan/komponen lain ke dalam air/udara,
dan/atau berubahnya tatanan (komposisi) air/udara oleh kegiatan manusia dan
proses alam, sehingga kualitas air/udara menjadi kurang atau tidak dapat
berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.
Pencearan lingkungan
dibagi menjadi tiga macam yaitu pencemaran air, pencemaran udara dan pencemaran
tanah.
1.
Pencemaran Air
Pencemaran air adalah suatu
perubahan keadaan di suatu tempat penampungan air seperti danau, waduk, laut dan
lain-lain yang disebabkan oleh aktivitas industri dan manusia. Sampah-sampah
organik atau non organik seringkali terlihat di penampungan air. Kegiatan industri
menghasilkan limbah seperti logam berat, toksinorganik, minyak bahkan nuklir.
2.
Pencemaran Udara
Pencemaran udara adalah
kehadiran satu atau lebih substansi fisik, kimia, atau biologi di atmosfer dalam
jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan dan tumbuhan. Pencemaran
udara dibedakan menjadi pencemaran primer dan sekunder.
a.
Pencemaran primer
adalah substansi pencemar yang ditimbulkan langsung dari sumber pencemaran
udara. Karbon monoksida adalah sebuah contoh dari pencemaran udara primer
karena ia merupakan hasil pembakaran.
b.
Pencemaran sekunder
adalah substansi pencemar yang terbentuk dari reaksi pencemar primer di
atmosfer. Pembentukan ozon dalam smog fotokimia.
3.
Pencemaran Tanah
Pencemaran tanah adalah
keadaan dimana bahan kimia buatan manusia masuk dan merubah lingkungan tanah
alami. Pencemaran ini biasanya terjadi karena kebocoran limbah cair atau bahan
kimia industri, penggunaan pestisida, penimbunan sampah, bencana alam dan
lain-lain. Zat beracun tersebut dapat mengendap di tanah dan dapat tercemar
langsung ke manusia.
Sektor industri merupakan
sektor yang paling berpengaruh dalam pertumbuhan perekonomian di berbagai
negara. dengan membangun sektor industri, pemerintah dapat menekan angka
kemiskinan, mengurangi pengangguran serta meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Tetapi banyak sekali sektor
industri yang tidak dikelola dengan baik sehingga menyebabkan kasus perusakan
lingkungan. Yang lebih mengkhawatirkan adalah lingkungan disekitar sektor
industri juga terkena dampak pencemaran lingkungan. Banyak sekali kegiatan
perindustrian yang tidak memenuhi kaidah lingkungan hidup. hal ini
mengakibatkan gangguan kesehatan bagi penduduk yang ada di sekitar sektor
industri.
Pihak pemerintah harus
turun tangan dalam mengatasi pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh
kegiatan industri. Tidak hanya dengan melakukan pengawasan tetapi pemerintah
wajib memberi sanksi tegas jika ada oknum yang melanggar. Hukuman denda hingga
penutupan pabrik dapat dilayangkan kepada sektor industri yang melanggar
aturan.
Pencegahan merupakan
tindakan pertama yang harus dilakukan, dengan cara membuat standar bahan baku
mutu lingkungan, pengawasan lingkungan dan penggunaan teknologi yang ramah
lingkungan. Berikut adalah pencegahan atas pencemaran lingkungan.
1.
Mengatur sistem
pembuangan dan pengolahan limbah industri
2.
Menempatkan pabrik
industri jauh dari kawasan pemukiman penduduk
3.
Melakukan pengawasan
secara berkala
4.
Menerapkan teknologi
ramah lingkungan
5. Melakukan penyuluhan
tentang pentingnya menjaga dan melestarikan lingkungan sehingga menumbuhkan
kepedulian masyarakat akan lingkungan sekitar
6.
Memberikan sanksi
tegas kepada pihak yang melanggar
Contoh Faktual:
Bencana luapan Lumpur lapindo didasari aspek politis, yang merupakan sebagai legalitas usaha (eksplorasi atau eksploitasi), dimana Lapindo telah mengantongi izin usaha kontrak bagi hasil/production sharing contract (PSC) dari Pemerintah sebagai otoritas penguasa kedaulatan atas sumberdaya alam. Berdasarkan poin tersebut dalam kaitannya pada kasus luapan lumpur panas, pemerintah Indonesia telah lama menganut sistem ekonomi neoliberal dalam berbagai kebijakannya, dimana seluruh potensi tambang migas dan sumberdaya alam (SDA) “dijual” kepada swasta/individu (corporate based). Orientasi profit an sich yang menjadi paradigma korporasi menjadikan manajemen korporasi buta akan hal-hal lain yang menyangkut kelestarian lingkungan, peningkatan taraf hidup rakyat, bahkan hingga bencana ekosistem.
Contoh Faktual:
Peristiwa luapan Lumpur Lapindo Sidoarjo Surabaya, Jawa Timur yang terjadi
pada tanggal 28 Mei 2006 kira-kira pukul 22.00, disebabkan kebocoran gas
hidrogen sulfida (H2S) di areal ladang eksplorasi gas Rig TMMJ # 01, di lokasi
Banjar Panji perusahaan PT. Lapindo Brantas (Lapindo) di Desa Ronokenongo,
Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo. Dimana kebocoran gas tersebut berupa
semburan asap putih dari rekahan tanah, membumbung tinggi sekitar 10 meter.
Semburan gas tersebut disertai keluarnya cairan lumpur dan meluber ke lahan
warga. Semburan lumpur panas di kabupaten Sidoarjo sampai saat ini belum juga
bisa teratasi. Semburan yang akhirnya membentuk kubangan lumpur panas ini telah
memporak-porandakan sumber-sumber penghidupan warga setempat dan sekitarnya.
Kompas edisi Senin (19/6/06) melaporkan, tak kurang 10 pabrik harus tutup,
dimana 90 hektar sawah dan pemukiman penduduk tak bisa digunakan dan ditempati
lagi, begitu pula dengan tambak-tambak bandeng, belum lagi jalan tol
Surabaya-Gempol yang harus ditutup karena semua tergenang lumpur panas.
Berdasarkan data yang didapat WALHI Jawa Timur, yang mencatat jumlah pengungsi
di lokasi Pasar Porong Baru sejumlah 1110 Kepala Keluarga dengan Rincian 4345
jiwa dan 433 Balita, Lokasi Kedung Bendo jumlah pengungsi sebanyak 241 Kepala
Keluarga yang terdiri dari 1111 Jiwa dan 103 Balita, Lokasi Balai Desa
Ronokenongo sejumlah 177 Kepala keluarga dengan rincian 660 jiwa.
Bencana luapan Lumpur lapindo didasari aspek politis, yang merupakan sebagai legalitas usaha (eksplorasi atau eksploitasi), dimana Lapindo telah mengantongi izin usaha kontrak bagi hasil/production sharing contract (PSC) dari Pemerintah sebagai otoritas penguasa kedaulatan atas sumberdaya alam. Berdasarkan poin tersebut dalam kaitannya pada kasus luapan lumpur panas, pemerintah Indonesia telah lama menganut sistem ekonomi neoliberal dalam berbagai kebijakannya, dimana seluruh potensi tambang migas dan sumberdaya alam (SDA) “dijual” kepada swasta/individu (corporate based). Orientasi profit an sich yang menjadi paradigma korporasi menjadikan manajemen korporasi buta akan hal-hal lain yang menyangkut kelestarian lingkungan, peningkatan taraf hidup rakyat, bahkan hingga bencana ekosistem.
Di Jawa Timur saja, tercatat banyak
kasus bencana yang diakibatkan lalainya para korporat penguasa tambang migas,
seperti contoh kasus pada kebocoran sektor migas di kecamatan Suko, Tuban,
milik Devon Canada dan Petrochina (2001); kadar hidro sulfidanya yang cukup
tinggi menyebabkan 26 petani dirawat di rumah sakit. Kemudian kasus tumpahan
minyak mentah (2002) karena eksplorasi Premier Oil.18, yang terakhir tepat 2
bulan setelah tragedi semburan lumpur lapindo Sidoarjo, sumur minyak Sukowati
Desa Campurejo, Kabupaten Bojonegoro terbakar. Akibatnya, ribuan warga sekitar
sumur minyak Sukowati harus dievakuasi untuk menghindari ancaman gas mematikan.
Pihak Petrochina East Java, meniru modus cuci tangan yang dilakukan Lapindo,
mengaku tidak tahu menahu penyebab terjadinya kebakaran. Penjualan aset-aset
bangsa oleh pemerintahnya sendiri tidak terlepas dari persoalan kepemilikan.
Dalam perspektif Kapitalisme dan ekonomi neoliberal seperti di atas, isu
privatisasilah yang mendominasi setiap kasus pada dampak pencemaran lingkungan
hidup.
Kesimpulan dari masalah
diatas:
Industri merupakan jantung
dalam perekonomian di berbagai negara. Dengan adanya sektor industri dapat
meningkatkan pendapatan suatu negara. Namun banyak kegiatan industri yang tidak
mengindahkan aturan tentang pelestarian lingkungan, sehingga munculah kasus-kasus
pencemaran lingkungan.
Pencemaran lingkungan merupakan masalah yang serius dan harus
dilakukan tindakan yang sesegera mungkin agar masalah tersebut tidak menjadi
besar. Kesadaran masyarakat untuk mencintai lingkungan sekitar harus
ditumbuhkan karena hanya manusia yang bisa menjaga dan merawat alam semesta
ini. Selain itu pemerintah wajib memperhatikan segala kegiatan perindustrian
mulai dari melakukan penyuluhan, pengawasan hinggan memberikan sanksi tegas
kepada pihak yang melangar aturan.
Dari masalah diatas dapat disimpulkan bahwa masih kurangnya
kesadaran manusia dalam menjaga lingkungannya. Sifat serakah membuat manusia
lupa diri akan terbatasnya suatu sumber daya alam. Manusia hanya mengambil
keuntungannya saja, tidak memperbaiki lingkungan disekitar kegiatan industri.
Selain itu kurangnya pengawasan pemerintah juga menjadi penyebab pencemaran
lingkungan, jika saja pemerintah lebih tegas dalam memberikan sanksi maka kasus
seperti ini tidak akan terjadi.
Kasus lumpur Lapindo ini
telah menghasilkan kerugian yang sangat banyak, tetapi kerugian tersebut
dialami oleh penduduk disekitar kawasan industri tersebut. Kurang dari 10 pabrik harus tutup, 90 hektar sawah dan pemukiman penduduk
tak bisa digunakan dan ditempati lagi, demikian juga dengan tambak-tambak
banding dan lain sebagainya. Dan terhadap data yang didapat bahwa terdapatnya
jumlah pengungsi di lokasi Pasar Porong Baru sejumlah 1110 Kepala Keluarga
dengan Rincian 4345 jiwa dan 433 Balita, Lokasi Kedung Bendo jumlah pengungsi
sebanyak 241 Kepala Keluarga yang terdiri dari 1111 Jiwa dan 103 Balita, Lokasi
Balai Desa Ronokenongo sejumlah 177 Kepala keluarga dengan rincian 660 jiwa.
Ironisnya belum semua penduduk yang mengalami pencemaran lingungan ini mendapatkan
ganti rugi dari pihak yang terkait.
Dari fakta diatas dapat disimpulkan bahwa pencemaran lingkungan tidak
sekedar memberikan dampak penyakit di lingkungan sekitarnya tetapi pencemaran
lingkungan juga dapat merugikan secara moril dan materil. Maka dari itu
dibutuhkan kerja sama antar masyarakat dan pemerintah dalam mencegah pencemaran
lingkungan agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan serta kelestarian
lingkungan tetap terjaga.