Sabtu, 24 Januari 2015

Industri dan Pencemaran Lingkungan

Pencemaran Lingkungan Akibat Kegiatan Industri


Pencemaran lingkungan merupakan masalah yang selalu terjadi setiap tahunnya. Seiring berkembangnya zaman dan teknologi membuat aktivitas perindustrian semakin produktif dan menghasilkan limbah industri yang semakin banyak. Kasus pencemaran lingkungan seperti ini terjadi di berbagai negara, baik negara berkembang atau negara maju.
Pencemaran lingkungan menurut SK Menteri Lingkungan Hidup No 02/MENKLH/1988, adalah masuk atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi, dan/komponen lain ke dalam air/udara, dan/atau berubahnya tatanan (komposisi) air/udara oleh kegiatan manusia dan proses alam, sehingga kualitas air/udara menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.
Pencearan lingkungan dibagi menjadi tiga macam yaitu pencemaran air, pencemaran udara dan pencemaran tanah.

1.     Pencemaran Air
Pencemaran air adalah suatu perubahan keadaan di suatu tempat penampungan air seperti danau, waduk, laut dan lain-lain yang disebabkan oleh aktivitas industri dan manusia. Sampah-sampah organik atau non organik seringkali terlihat di penampungan air. Kegiatan industri menghasilkan limbah seperti logam berat, toksinorganik, minyak bahkan nuklir.

2.    Pencemaran Udara
Pencemaran udara adalah kehadiran satu atau lebih substansi fisik, kimia, atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan dan tumbuhan. Pencemaran udara dibedakan menjadi pencemaran primer dan sekunder.
a.    Pencemaran primer adalah substansi pencemar yang ditimbulkan langsung dari sumber pencemaran udara. Karbon monoksida adalah sebuah contoh dari pencemaran udara primer karena ia merupakan hasil pembakaran.
b.    Pencemaran sekunder adalah substansi pencemar yang terbentuk dari reaksi pencemar primer di atmosfer. Pembentukan ozon dalam smog fotokimia.

3.    Pencemaran Tanah
Pencemaran tanah adalah keadaan dimana bahan kimia buatan manusia masuk dan merubah lingkungan tanah alami. Pencemaran ini biasanya terjadi karena kebocoran limbah cair atau bahan kimia industri, penggunaan pestisida, penimbunan sampah, bencana alam dan lain-lain. Zat beracun tersebut dapat mengendap di tanah dan dapat tercemar langsung ke manusia.


Sektor industri merupakan sektor yang paling berpengaruh dalam pertumbuhan perekonomian di berbagai negara. dengan membangun sektor industri, pemerintah dapat menekan angka kemiskinan, mengurangi pengangguran serta meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Tetapi banyak sekali sektor industri yang tidak dikelola dengan baik sehingga menyebabkan kasus perusakan lingkungan. Yang lebih mengkhawatirkan adalah lingkungan disekitar sektor industri juga terkena dampak pencemaran lingkungan. Banyak sekali kegiatan perindustrian yang tidak memenuhi kaidah lingkungan hidup. hal ini mengakibatkan gangguan kesehatan bagi penduduk yang ada di sekitar sektor industri.

Pihak pemerintah harus turun tangan dalam mengatasi pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan industri. Tidak hanya dengan melakukan pengawasan tetapi pemerintah wajib memberi sanksi tegas jika ada oknum yang melanggar. Hukuman denda hingga penutupan pabrik dapat dilayangkan kepada sektor industri yang melanggar aturan.

Pencegahan merupakan tindakan pertama yang harus dilakukan, dengan cara membuat standar bahan baku mutu lingkungan, pengawasan lingkungan dan penggunaan teknologi yang ramah lingkungan. Berikut adalah pencegahan atas pencemaran lingkungan.

1.     Mengatur sistem pembuangan dan pengolahan limbah industri
2.    Menempatkan pabrik industri jauh dari kawasan pemukiman penduduk
3.    Melakukan pengawasan secara berkala
4.    Menerapkan teknologi ramah lingkungan
5.   Melakukan penyuluhan tentang pentingnya menjaga dan melestarikan lingkungan sehingga menumbuhkan kepedulian masyarakat akan lingkungan sekitar
6.    Memberikan sanksi tegas kepada pihak yang melanggar

Contoh Faktual:


Peristiwa luapan Lumpur Lapindo Sidoarjo Surabaya, Jawa Timur yang terjadi pada tanggal 28 Mei 2006 kira-kira pukul 22.00, disebabkan kebocoran gas hidrogen sulfida (H2S) di areal ladang eksplorasi gas Rig TMMJ # 01, di lokasi Banjar Panji perusahaan PT. Lapindo Brantas (Lapindo) di Desa Ronokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo. Dimana kebocoran gas tersebut berupa semburan asap putih dari rekahan tanah, membumbung tinggi sekitar 10 meter. Semburan gas tersebut disertai keluarnya cairan lumpur dan meluber ke lahan warga. Semburan lumpur panas di kabupaten Sidoarjo sampai saat ini belum juga bisa teratasi. Semburan yang akhirnya membentuk kubangan lumpur panas ini telah memporak-porandakan sumber-sumber penghidupan warga setempat dan sekitarnya. Kompas edisi Senin (19/6/06) melaporkan, tak kurang 10 pabrik harus tutup, dimana 90 hektar sawah dan pemukiman penduduk tak bisa digunakan dan ditempati lagi, begitu pula dengan tambak-tambak bandeng, belum lagi jalan tol Surabaya-Gempol yang harus ditutup karena semua tergenang lumpur panas. Berdasarkan data yang didapat WALHI Jawa Timur, yang mencatat jumlah pengungsi di lokasi Pasar Porong Baru sejumlah 1110 Kepala Keluarga dengan Rincian 4345 jiwa dan 433 Balita, Lokasi Kedung Bendo jumlah pengungsi sebanyak 241 Kepala Keluarga yang terdiri dari 1111 Jiwa dan 103 Balita, Lokasi Balai Desa Ronokenongo sejumlah 177 Kepala keluarga dengan rincian 660 jiwa.

Bencana luapan Lumpur lapindo didasari aspek politis, yang merupakan sebagai legalitas usaha (eksplorasi atau eksploitasi), dimana Lapindo telah mengantongi izin usaha kontrak bagi hasil/production sharing contract (PSC) dari Pemerintah sebagai otoritas penguasa kedaulatan atas sumberdaya alam. Berdasarkan poin tersebut dalam kaitannya pada kasus luapan lumpur panas, pemerintah Indonesia telah lama menganut sistem ekonomi neoliberal dalam berbagai kebijakannya, dimana seluruh potensi tambang migas dan sumberdaya alam (SDA) “dijual” kepada swasta/individu (corporate based). Orientasi profit an sich yang menjadi paradigma korporasi menjadikan manajemen korporasi buta akan hal-hal lain yang menyangkut kelestarian lingkungan, peningkatan taraf hidup rakyat, bahkan hingga bencana ekosistem.

 Di Jawa Timur saja, tercatat banyak kasus bencana yang diakibatkan lalainya para korporat penguasa tambang migas, seperti contoh kasus pada kebocoran sektor migas di kecamatan Suko, Tuban, milik Devon Canada dan Petrochina (2001); kadar hidro sulfidanya yang cukup tinggi menyebabkan 26 petani dirawat di rumah sakit. Kemudian kasus tumpahan minyak mentah (2002) karena eksplorasi Premier Oil.18, yang terakhir tepat 2 bulan setelah tragedi semburan lumpur lapindo Sidoarjo, sumur minyak Sukowati Desa Campurejo, Kabupaten Bojonegoro terbakar. Akibatnya, ribuan warga sekitar sumur minyak Sukowati harus dievakuasi untuk menghindari ancaman gas mematikan. Pihak Petrochina East Java, meniru modus cuci tangan yang dilakukan Lapindo, mengaku tidak tahu menahu penyebab terjadinya kebakaran. Penjualan aset-aset bangsa oleh pemerintahnya sendiri tidak terlepas dari persoalan kepemilikan. Dalam perspektif Kapitalisme dan ekonomi neoliberal seperti di atas, isu privatisasilah yang mendominasi setiap kasus pada dampak pencemaran lingkungan hidup.

Kesimpulan dari masalah diatas:
Industri merupakan jantung dalam perekonomian di berbagai negara. Dengan adanya sektor industri dapat meningkatkan pendapatan suatu negara. Namun banyak kegiatan industri yang tidak mengindahkan aturan tentang pelestarian lingkungan, sehingga munculah kasus-kasus pencemaran lingkungan.
Pencemaran lingkungan merupakan masalah yang serius dan harus dilakukan tindakan yang sesegera mungkin agar masalah tersebut tidak menjadi besar. Kesadaran masyarakat untuk mencintai lingkungan sekitar harus ditumbuhkan karena hanya manusia yang bisa menjaga dan merawat alam semesta ini. Selain itu pemerintah wajib memperhatikan segala kegiatan perindustrian mulai dari melakukan penyuluhan, pengawasan hinggan memberikan sanksi tegas kepada pihak yang melangar aturan.
Dari masalah diatas dapat disimpulkan bahwa masih kurangnya kesadaran manusia dalam menjaga lingkungannya. Sifat serakah membuat manusia lupa diri akan terbatasnya suatu sumber daya alam. Manusia hanya mengambil keuntungannya saja, tidak memperbaiki lingkungan disekitar kegiatan industri. Selain itu kurangnya pengawasan pemerintah juga menjadi penyebab pencemaran lingkungan, jika saja pemerintah lebih tegas dalam memberikan sanksi maka kasus seperti ini tidak akan terjadi.
Kasus lumpur Lapindo ini telah menghasilkan kerugian yang sangat banyak, tetapi kerugian tersebut dialami oleh penduduk disekitar kawasan industri tersebut. Kurang dari 10 pabrik harus tutup, 90 hektar sawah dan pemukiman penduduk tak bisa digunakan dan ditempati lagi, demikian juga dengan tambak-tambak banding dan lain sebagainya. Dan terhadap data yang didapat bahwa terdapatnya jumlah pengungsi di lokasi Pasar Porong Baru sejumlah 1110 Kepala Keluarga dengan Rincian 4345 jiwa dan 433 Balita, Lokasi Kedung Bendo jumlah pengungsi sebanyak 241 Kepala Keluarga yang terdiri dari 1111 Jiwa dan 103 Balita, Lokasi Balai Desa Ronokenongo sejumlah 177 Kepala keluarga dengan rincian 660 jiwa. Ironisnya belum semua penduduk yang mengalami pencemaran lingungan ini mendapatkan ganti rugi dari pihak yang terkait.
Dari fakta diatas dapat disimpulkan bahwa pencemaran lingkungan tidak sekedar memberikan dampak penyakit di lingkungan sekitarnya tetapi pencemaran lingkungan juga dapat merugikan secara moril dan materil. Maka dari itu dibutuhkan kerja sama antar masyarakat dan pemerintah dalam mencegah pencemaran lingkungan agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan serta kelestarian lingkungan tetap terjaga.